Daun bawang (Allium fistulosum L.) merupakan salah satu bumbu penting dalam masakan Indonesia, memberikan aroma khas dan rasa gurih yang menggugah selera. Di balik aroma khas yang selalu hadir di setiap masakan Indonesia, daun bawang menyimpan tantangan besar bagi petani dan pelaku usaha pangan: daya simpan yang sangat singkat. Dalam beberapa hari setelah panen, daun bawang bisa layu, berubah warna, dan kehilangan kesegarannya. Kondisi ini sering membuat hasil panen terbuang sia-sia, terutama di musim panen raya.
Salah satu solusi untuk memperpanjang umur simpannya adalah melalui proses pengeringan, yang mampu menurunkan kadar air dan memperlambat pertumbuhan mikroorganisme. Namun, dalam praktiknya, proses pengeringan sering kali menyebabkan perubahan warna, tekstur, dan aroma yang tidak diinginkan. Warna daun bawang bisa menjadi kecokelatan, aromanya berkurang, dan tampilannya kurang menarik.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti dari Program Studi Pengembangan Produk Agroindustri, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, melakukan penelitian untuk mencari cara sederhana namun efektif dalam memperpanjang umur simpan daun bawang tanpa menurunkan kualitasnya. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah blanching, yaitu perlakuan panas ringan sebelum proses pengeringan, yang bertujuan menjaga warna, aroma, dan kandungan gizi daun bawang.
Gambar 1. Daun bawang segar yang telah dipotong (kiri) dan siap untuk dikeringkan (kanan)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Penelitian dilakukan di laboratorium pengolahan hasil pertanian Sekolah Vokasi UGM. Daun bawang segar dipotong kecil, kemudian dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan dengan variasi metode blanching antara lain dicelupkan ke dalam air panas, dikukus, dan tanpa blanching. Setelah itu, seluruh sampel dikeringkan menggunakan cabinet dryer pada suhu 45, 55, dan 65°C selama 4, 6, dan 8 jam hingga kadar airnya turun di bawah lima persen.
Gambar 2. Proses blanching dengan pengukusan (kiri) dan perendaman air panas (kanan)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Setelah proses pengeringan, peneliti melakukan serangkaian pengujian untuk mengevaluasi perubahan fisik dan kimia daun bawang. Parameter yang diamati antara lain warna (L, a, b*)**, kekerasan (firmness), aktivitas air (aw), kadar air, serta aktivitas antioksidan. Uji sensoris juga dilakukan untuk menilai tampilan dan aroma produk, sementara uji mikrobiologi dilakukan untuk memastikan keamanan produk selama penyimpanan.
Gambar 3. Proses pengujian laboratorium
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan blanching menghasilkan warna hijau yang lebih cerah dan aroma yang lebih kuat dibandingkan sampel tanpa blanching. Proses blanching terbukti mampu menginaktivasi enzim penyebab pencokelatan dan degradasi klorofil, sehingga daun bawang kering tetap terlihat segar dan menarik. Selain itu, blanching juga membantu mengurangi jumlah mikroorganisme awal dan mempertahankan sebagian besar senyawa antioksidan alami pada daun bawang.
Gambar 4. Daun bawang kering dengan beberapa perlakuan berbeda
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Secara visual, daun bawang yang dikeringkan setelah blanching memiliki penampakan yang lebih cerah dan tekstur yang lebih baik, sementara sampel tanpa blanching menunjukkan kecenderungan warna kecokelatan dan tekstur yang lebih keras akibat reaksi enzimatis dan oksidatif selama pengeringan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan blanching dapat menjadi solusi sederhana bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam memproduksi daun bawang kering berkualitas tinggi. Dengan teknologi pengolahan yang relatif mudah diterapkan dan efisien, proses ini berpotensi mengurangi kehilangan hasil panen serta meningkatkan daya saing produk hortikultura lokal di pasar nasional maupun ekspor.






