Indonesia adalah produsen kakao terbesar ketiga di dunia pada tahun 2020 dengan produksi mencapai 659,7 ribu ton. Namun, meskipun produksinya tinggi, fakta menyebutkan bahwa luas lahan yang dimiliki oleh setiap petani kakao tidak lebih dari 2 hektar. Disinyalir fenomena ini berakibat pada keberagaman kualitas biji kakao di Indonesia masih besar. Fakta tersebut juga telah disebaruaskan oleh situs resmi pemerintah bahwa salah satu masalah besar kakao di Indonesia yaitu ketidakseragaman mutu biji kakao. Bahan baku coklat berupa biji kakao merupakan salah satu penentu rasa dan ciri khas suatu produk coklat. Oleh karena itu, timbul tantangan besar yang dihadapi oleh para produsen coklat tentang bagaimana cara menstabilkan dan meningkatkan kualitas biji kakao dari para petani agar bahan baku yang didapatkan dapat terolah dan menghasilkan produk yang diinginkan.
Permasalahan kualitas biji kakao yang heterogen ini paling dirasakan oleh industri pengelolahan kakao dengan produk coklat batang, bubuk coklat dan produk turunan lainnya. Salah satu tim penelitian program studi Sarjana Terapan Pengembangan Produk Agroindustri melakukan penelitian Alkalisasi biji kakao sebagai solusi penyamaan kualitas biji kakao di Indonesia. Anggota tim penelitian tersebut yaitu Putri Rousan Nabila, S.T., M.T., Dr. Annie Mufyda Rahmatika, S.T., M.T., Wildan Wildan Fajar Bachtiar, S.T., M.Si. Bukan hanya dosen, pelaksanaan penelitian yang didanai oleh Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada juga akan berkolaborasi dengan laboran dan tiga mahasiswa prodi Pengembangan Produk Agroindustri.
Alkalisasi atau “Dutch Process’ dapat dilakukan pada biji kakao, nib kakao, dan coklat pasta dengan menambahkan larutan alkali. Larutan alkali yang sudah sering digunakan untuk alkalisasi kakao yaitu NaOH, KOH, Na2CO3, dan beberapa basa lainnya. Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa pengolahan alkali memiliki dampak yang positif bagi produk coklat. Dampak dan tujuan alkalisasi yaitu untuk mendapatkan warna coklat tua yang diinginkan, serta mengurangi kepahitan dan untuk meningkatkan suspensi partikel kakao di dalam air. Rekayasa ini sudah diimplementasikan oleh beberapa industri karena dianggap dapat meningkatkan. Harapannya penelitian yang akan dilaksanakan ini dapat berdampak bagi petani dan industri coklat. Berikut ilustrasi sederhana proses alkalisai yang dilakukan:
Peneliti menyatakan bahwa rancangan penelitian ini merupakan usaha yang dilakukan untuk mendukung SDG’s nomor 12 yaitu Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab. Rekayasa alkalisasi diharapkan dapat bermanfaat bagi petani sehingga harga dan pembelian hasil panen mereka berupa biji kakao semakin baik dan stabil. Industri dapat menjadikan alkalisasi sebagai uaya dalam meminimalisir bahan baku yang terbuang dan kesulitan mendapatkan bahan baku, sehingga produksi coklat dapat terus dilakukan seiring meningkatnya permintaan pasar dalam maupun luar negeri.
Refrensi:
Alasti, F. M., Asefi, N., Maleki, R., & SeiiedlouHeris, S. S. (2020). The influence of three different types and dosage of alkaline on the inherent properties in cocoa powder. Journal of Food Science and Technology, 57(7), 2561–2571. https://doi.org/10.1007/s13197-020-04293-w
bisip.bsip.pertanian.go.id. 01 November 2023. Kakao Indonesia: Produksi, Tantangan dan Peluang. Diakses pada 27 Juni 2024, dari https://bisip.bsip.pertanian.go.id/berita/kakao-indonesia-produksi-tantangan-dan-peluang/
Rodríguez, P., Pérez, E., & Guzmán, R. (2009). Effect of the types and concentrations of alkali on the color of cocoa liquor. Journal of the Science of Food and Agriculture, 89(7), 1186–1194. https://doi.org/10.1002/jsfa.3573